Menjalani Hidup Untuk Belajar Al Quran

"sapa sing nguri-uri al-Qur’an, insya Allah dapat berkahnya"

Pondasi Rumah Tangga


Pastilah dalam kehidupan terkadang kita punya ego, ide dan pendapat yang berbeda dengan pasangan hidup kita. Tuangkanlah walau mungkin menimbulkan konflik. Jangan pernah enggan berbeda pendapat dengan pasangan hidup hanya karena khawatir terjadi konflik, itu akan sangat berbahaya di kemudian hari.

Bagaimana agar konflik bisa dikelola? Saran saya, milikilah pondasi keluarga yang kuat. Setiap keluarga pondasinya boleh jadi berbeda-beda. Saya akan berbagi tentang pondasi di keluarga saya dan semoga bisa menginspirasi Anda.

Pondasi pertama, jadikan iman sebagai imam. Agar kami punya arah dan pegangan yang jelas maka kami menjadikan ajaran agama sebagai panduan menyelesaikan berbagai macam konflik di dalam keluarga. Baik dan buruk, salah dan benar di dalam keluarga ukurannya adalah ajaran agama. Sebagai suami, sayapun harus tunduk kepada istri dan anak-anak bila mereka memiliki alasan (dalil) yang lebih kuat dibandingkan saya.

Misalnya dalam urusan nafkah, agama yang saya anut mengajarkan bahwa mencari nafkah adalah tanggungjawab suami. Maka saya tidak pernah meminta penghasilan istri sedikitpun. Apabila saya menggunakan uang istri, itu statusnya pinjam yang harus saya kembalikan. Istri saya berhak marah apabila saya ingkar janji tidak membayar hutang. Dalam kondisi seperti ini, saya harus diam karena memang saya bersalah.

Pondasi kedua, suami adalah pemimpin dalam keluarga. Sebagai pemimpin, saya harus terus belajar memberikan arah yang benar. Setiap saat menyediakan telinganya untuk mendengar, menyediakan dadanya untuk bersandar dan menyadari betul bahwa nasihat terbaik adalah teladan. Sebagai pemimpin, saya pun harus terus melatih diri untuk bisa menyerap aspirasi dan membaca suara hati anak dan istri.

Selain memberikan arah dan mengambil keputusan, pemimpin itu tugasnya melayani bukan menuntut untuk dilayani. Dalam urusan ini, saya memang harus terus belajar dengan istri. Karena faktanya istri lebih banyak melayani saya dibandingkan saya melayani dan memanjakannya. Terkadang saya malu pada istri dan diri sendiri, betapa saya masih jauh dari sempurna.
Sekarang kita lanjutkan dengan pondasi ketiga: Menghidupkan semangat to give bukan to get. Caranya, masing-masing pihak mengedepankan pertanyaan apa yang bisa saya berikan, bukan apa yang bisa saya dapatkan.

Saya pernah merasakan kehidupan yang gelisah dan tak bahagia. Apa sebabnya? Karena saya melupakan pilar yang ketiga ini. Saat itu saya lebih sering bertanya, “Kok, istri saya kurang perhatian kepada saya ya? Padahal, saya sudah banyak memberi yang ia butuhkan. Mengapa istri saya tak mau memahami perasaan saya? Padahal, saya selalu berusaha memahaminya.”

Perasaan gelisah dan tak bahagia perlahan pergi saat saya kembali kepada pondasi ketiga ini. Memberikan sesuatu kepada pasangan hidup itu adalah kenikmatan, pahalanyapun dijanjikan berlimpah. Namun, ingatlah, pemberian itu bukan untuk kita kenang apalagi untuk disebut-sebut di berbagai kesempatan. Ketidakharmonisan dan ketidakpuasan dalam keluarga diawali dari kebiasaan kita menghitung-hitung pemberian.

Sebaliknya, apa yang kita terima dari pasangan hidup, kenanglah. Kita perlu membiasakan diri memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih sekecil apapun pemberian itu. Saya merasakan semakin sering saya mensyukuri karunia yang saya dapatkan dari istri, ternyata cinta kasih dan perhatian yang saya dapat justru semakin berlipat.

Pondasi keempat, suami adalah pakaian bagi istri dan istri adalah pakaian bagi suami. Fungsi pakaian adalah melindungi dan memperindah. Sebagai suami kita harus menutupi kelemahan dan kekurangan istri. Begitu juga sebaliknya, seorang istri tidak boleh mengumbar cerita tentang kekurangan dan kelemahan suami meski kepada saudara kandung sekalipun.

Adapun memperindah itu bermakna kita perlu mendukung pasangan hidup agar potensi terbaiknya muncul dan dioptimalkan. Saya sangat menyadari bahwa percepatan-percepatan keberhasilan hidup yang saya nikmati dikarenakan peran besar istri saya. Tanpa peran istri, kehidupan saya tidak akan sebaik saat ini.

Keluarga saya bukanlah keluarga yang terbaik. Namun dengan empat pondasi ini kami mampu menghadapi konflik dan perbedaan yang terjadi dalam kehidupan rumah tangga yang kami jalani.

(jamilazzaini.com)

Postingan terkait: